Senin, 06 Juli 2009

BIOPALAS Merampungkan Survei ke Barumun



Biologi Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup (Biopalas) Departemen Biologi FMIPA USU, kamis 03 Juni 2009 usai merampungkan Survei Awal Pengenalan Ekosistem Barumun Raya. Survei ini berlangsung selama 10 hari dengan tambahan waktu perjalanan dua hari.


Yang dimaksud Kawasan Ekosistem Barumun Raya yang sering disingkat Kebar adalah kawasan gabungan antara Suaka Margasatwa Barumun, hutan register dan hutan adat (ulayat) yang secara biologis masih punya hubungan yang erat, termasuk daerah di sekitarnya yang masih banyak berintegrasi dan berkepentingan tinggi dengan keberadaan Kebar


Tujuan survei berupa pengenalan Kawasan Ekosistem Barumun Raya (Kebar) secara mendasar, memfilmkan rona Kebar secara menarik, mencari ulasan kata yang cocok dalam pembuatan poster, mengenal jenis pohon yang penting dan ekonomis di Kebar, mengidentifikasi lokasi yang cocok untuk Base Training Centre, mencari bahan tulisan untuk publikasi ke beberapa media tentang keberadaan Kebar dan mencari informasi keberadaan harimau dan gajah sumatera.


Metode survei yang digunakan adalah dengan wawancara langsung dengan penduduk yang berbatasan langsung dengan SM Barumun. Dapat dilaporkan secara umum bahwa isu satwa seperti gajah dan harimau diyakini sebagai hewan yang beradat. Kehadirannya di suatu desa menandakan adanya perbuatan kurang senonoh oleh penduduk yang didatangi. Termasuk perzinahan, sombong, takabur dan menantang harimau dan gajah. Sebagaian besar hewan ini justru adalah penjaga kampung, khususnya harimau. Biasanya penduduk di Kebar memiki sebutan hormat untuk kedua jenis satwa dilindungi ini. Gajah biasa dipanggil Pak Godang (bapak yang besar) sedangkan harimau biasa disebut Nagogo, Namora, Rajai, Dan Oppungi serta Namaradati. Penduduk Kebar sangat percaya bahwa menyebut harimau diluar sebutan hormat akan didatangi harimau, terlebih mengejeknya. Di Kebar, dapat disimpulkan bahwa ancaman gajah dan harimau bukanlah dari perburuan tetapi dari hilangnya habitat gajah dan harimau terkait ilegallogging dan aktifitas penduduk di hutan secara umum.


Secara umum di Kebar hutannya masih terjaga. Namun di beberapa tempat sudah terindikasi adanya perambahan hutan secara intensif oleh pihak luar. Contohnya di desa Botung, Batang Lubu Sutam. Disini ada pengolahan kayu yang sepertinya dikelola pihak yang mampu di sisi finansial. Diduga ada sindikat bisnis kayu yang melibatkan cukong luar, perangkat desa, aparatur negara serta penduduk lokal sebagai pekerja kasar. Saat ini, pengolahan kayu ini masih beroperasi dan terus menebang hutan yang disinyalir adalah hutan SM Barumun. Terlihat dari jauh (dari Kec. Sosa) bahwasanya perambahan sudah mulai naik ke bukit dan telah difasilitasi alat berat dan jalan besar untuk keperluan perambahan.


Di Kec. Simangambat juga masih terjadi perambahan hutan register 40 secara intensif dan sekarang mencapai puncak pemusnahan hutan secara massal. Hutan register 40 telah tinggal nama dan satwa gajah sebagai satwa utama di hutan ini sudah kehilangan habitat. Gajah-gajah yang tersisa sebanyak 60 ekor telah dipindahkan ke Kab. Labuhan Batu.


Kegiatan survei ini didukung penuh oleh Akasia-SRI (Sumatera Rainforest Institute). SRI sendiri akan menindaklanjuti kegiatan ini berupa pembuatan Base Training Centre, pelatihan-pelatihan, pemutaran film dan reboisasi berbasis kesadaran masyarakat.■


Teks & foto oleh Akhmad Junaedi Siregar

Sumber : Buletin Genom Biologi USU