Senin, 03 Agustus 2009

Dengan Ini, Kalian Resmi Diterima Sebagai Angkatan Kongkang Macan



Apes. Satu fenomena alam terlewati. Besoknya, kami hanya menikmati cerita gerhana matahari cincin yang terjadi tanggal 26 Januari 2009 lalu. Di harian lokal, terpampang foto matahari terhalangi satelit. Sungguh menakjubkan. Hari itu, Bumper (Bumi Perkemahan) Sibolangit memang diselimuti kabut. Rinai hujan mengganggu aktivitas pendidikan dasar (diksar) mahasiswa pencinta alam (mapala) Biopalas yang sedang kami lakukan. Di bawah kanopi, cahaya terlihat mencoba lolos ke lantai hutan. Tapi awan masih terlalu tebal, dan memantulkannya kembali mentah-mentah ke angkasa luar. Di sini, kami kekurangan sinar matahari. Bahkan kayu bakar yang akan digunakan pun masih terlalu lembab. Dan inilah saatnya mengeluarkan jurus ilmu survival ala mapala.

Di sudut malam yang dingin dan rintik-rintik, hanya suara jangkrik dan suara rimba alam yang menghibur keliaran kami. Anak-anak kampus calon relawan mapala tampak menggigil melawan hawa dan rasa takut. Semakin deras hujan, semakin suara alam menggema. Ternyata malam berhujan di Bumper ini selalu dipuja-puja oleh kongkang macan--macan kecil yang umum di Sibolangit--dengan nyanyiannya yang serak basah.

Cerita kongkang macan, sejenis katak kecil di sini mungkin tidak pernah terbersit di pikiran anak-anak pramuka yang camping, termasuk pecinta alam. Soalnya, kehadiran satwa yang dikenal dengan nama sains Hylarana kampeni alias Rana kampeni ini kontras dengan kegiatan camping di sini. Bagai air dan api, saat malam datang dan hujan mengguyur hutan perkemahan, pecinta alam lebih sibuk mengurusi aliran run off air ke tenda dan menarik sleeping bag untuk bermimpi. Tapi momen ini justru adalah momen pesta macan-macan kecil endemik Sumatera tersebut.

Kongkang macan merupakan satu jenis amfibi yang hidup pada lantai-lantai hutan tropis, dan hanya dijumpai (endemik) di Pulau Sumatera. Itu pun terbatas di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), dan menyentuh sedikit daerah Taman Nasional Kerinci Seblat. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan habitat terbaik satwa ini. Jadi jangan pernah bermimpi melihatnya di Jawa, Borneo, Maldive, Benua Amerika, serta dimanapun selain di Sumatera. Pulau ini juga adalah sepotong surga bagi katak pohon dunia, yakni katak pemanjat yang eksotis.

Nama ilmiah kongkang macan diberikan oleh Boulenger, seorang zoologis Swedia pada 1920. Pada tahun itu, keberadaannya belum diketahui pasti. Boulenger hanya menjelaskan, katak ini ditemukan di Pulau Sumatera. Kemudian, pada penelitian selanjutnya oleh Joko Iskandar dari salah satu universitas di Jawa, barulah keberadaannya bisa diketahui secara pasti. Statusnya dalam IUCN dimasukkan ke dalam golongan least concern (LC) atau masih jauh dari predikat punah. Tapi keberadaannya di lokasi yang sangat terbatas mengartikan bahwa hewan ini sangat mudah terganggu. Sekali ada masalah biologis di Sumbagut yang menghambat regenerasi macan kecil ini, maka mereka status mereka bisa melompat seketika menjadi penyandang predikat extinct (punah) secara mendadak.

Adalah fakta, katak milik Sumatera ini tidak akrab dengan penduduk Sumatera. Pertama, katak liar memang tidak memberikan manfaat apa-apa untuk penduduk lokal. Yang kedua, karena katak ini hanya hadir di hutan, pada malam hari, serta aktif kalau hujan sedang mengguyur bumi. Alasan-alasan tersebut sepertinya menjadi tembok pemisah hubungan penduduk dengan kongkang macan. Di Sipirok, Tapanuli Selatan, penduduk mengenal katak ini dengan sebutan tohuk bulung-bulung (katak daun).

Penyebutan nama kongkang macan terhadap hewan kecil ini disematkan oleh peneliti. Biasanya peneliti memberikan nama sebutan penduduk, tapi rupanya penduduk belum mengenalnya secara luas dan tak punya nama untuk merujuk katak ini, sehingga para peneliti memberikan nama berdasarkan ciri khas yang dimiliki si katak.

Warna morfologi kongkang macan sangat khas di dunia katak. Kulitnya berwarna kekuningan, penuh totol kuning tua seperti macan. Di alam liar, ciri spesifik seperti itu hanya dimiliki kongkang macan.

Ukuran kongkang macan ada dua versi. Betina kadang bisa lebih besar dari katak rumah (Bufo melanostictus). Ukuran pejantan sepertiga lebih kecil dari si betina. Sering, sang pejantan dianggap anak dari si betina. Banyak orang bisa keliru. Alam memang menuntut si betina untuk berukuran lebih besar, biar mampu bertelur lebih banyak. Biar generasinya bisa bertahan di Pulau Sumatera.

Dunia telah sepakat, tahun 2008 yang baru ditinggal beberapa bulan yang lalu dijadikan tahun istimewa bagi katak. “Year of Frog”, adalah apresiasi kekhawatiran dunia akan eksistensi katak. Pemanasan global dikhawatirkan berakibat fatal terhadap siklus hidup hewan yang sensitif ini.

Kami, Biopalas, telah terikat batin dengan kongkang macan. Pandangan pertama diksar kali ini pun tertuju untuk kongkang macan. Saat pelatihan herpetofauna, relawan menjumpai hewan ini dalam jumlah besar. Tentunya waktu itu malam hari dan diguyur hujan lebat. Besoknya kami mengangkat calon relawan menjadi relawan. Dan mereka sangat senang diangkat sebagai Angkatan Kongkang Macan.

Klasifikasi Kongkang Macan
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amfibi
Ordo : Anura
Suku : Ranidae
Marga : Hylarana
Jenis : Hylarana kampeni


Teks dan foto oleh Akhmad Junaedi Siregar
Sumber Majalah Inside Sumatera