Sabtu, 05 November 2011

Dunia Burung di Sumatera Utara Menggeliat

Kapan burung di Sumatera Utara mulai diperhatikan? Jawabannya tidak ada yang tahu persis. Namun ada satu momen penting ketika hadir satu Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) tahun 1998 di kampus Universitas Sumatera Utara (USU). Namanya Biologi Pecinta Alam & Studi Lingkungan Hidup (Biopalas).

Ada beberapa alasan pentingnya Biopalas (disingkat BP) terkait perburungan. Pertama, pecinta alam yang bertempat di Dept Biologi itu pernah dipercaya Wetlands International Indonesia Program (WI-IP) untuk memfasilitasi sebuah sosialisasi tentang burung untuk kawasan Sumatera. Anggota BP berkenalan dengan salah satu pengamat burung air profesional bermarga Batak, Fery Hasudungan yang berdomisili di Jawa. Bang Fery, demikian orang-orang mahasiswa menyapanya kemudian menjadi kawan dekat sekaligus mitra untuk diskusi mengenai burung-burung yang barangkali terekam menjadi foto.

Momen yang paling penting untuk BP adalah sewaktu dipercaya WI-IP untuk mengadakan survey keberadaan mentok rimba (Cairina scutelata) di Kabupaten Dairi. Berlanjut lagi beberapa program seperti Asian Waterbird Cencus tahun 2007 yang penting untuk menghitung jumlah dan jenis burung-burung air di pesisir timur Sumatera Utara, terutama daerah Kecamatan Percut Sei Tuan.

Kontan, pengamatan burung menjadi familiar di kalangan mahasiswa. Birdwatching pun kadang-kadang telah diartikan sebagai hobi. Meskipun pengamatan burung erat kaitannya dengan kewajiban penelitian yang akan bermetamorfosa menjadi skripsi.

Paling menarik adalah berkembangnya sarana komunikasi via internet. Beberapa grup di Facebook dan Twitter atau pun situs yang menampung cerita pengamatan burung cukup berkembang. Hal itu, menunjang semangat penelitian burung. Apa yang kita teliti ternyata menjadi perhatian orang lain. Terlebih kalau seandainya pengamat mendapatkan foto burung yang membawa bendera di kakinya, tentu orang akan berkomentar banyak. ”Wah, kamu hebat!”

Penemuan burung berbendera pun mendapat dukungan oleh dunia sains luar negeri bagi para pengamat burung lokal. LSM ada yang mendapatkan dana kegiatan untuk melakukan survei dalam jangka waktu setahun. Begitu juga dengan peneliti dari USU, telah ada yang memilih burung air sebagai proyek penelitiannya.

Sebegitukah burung-burung di Pesisir timur Sumatera Utara, kita tunggu geliat lainnya.

Oleh Akhmad Junaedi Siregar

Jumat, 04 November 2011

Katak Api (Leptophryne cruentata) Jadi Maskot Satwa Nasional 2011

Satu kabar gembira menyelimuti herpetolog pada tahun 2011, pasalnya tanggal 5 Nopember 2011 mendatang, katak api (Leptophryne cruentata) akan mewakili satwa dalam Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2011. Sementara itu, bunganya diwakili oleh tetepok (Nymphoides indica).

Katak api merupakan salah satu jenis amfibi yang terdapat di Indonesia yang berstatus Critically Endangered (CR) versi IUCN. Status tersebut sama dengan status yang diterima orangutan (Pongo sp) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Nama ilmiah katak api diberi nama oleh Tschudi pada tahun 1838.

Pemilihan kedua jenis flora dan fauna tersebut disesuaikan dengan tema untuk tahun 2011 yakni ekosistem perairan tawar flora dan fauna.

Katak api atau amfibi secara umum bisa dijadikan indikator pencemaran lingkungan. Tingkat pencemaran lingkungan pada suatu daerah dapat dipantau dari populasi amfibi yang sensitif tersebut. Semakin banyak amfibi di suatu daerah menandakan semakin bagus pula lingkungan tersebut.

Oleh Akhmad Junaedi Siregar, dari berbagai sumber.

Dendragama boulengeri

Batagur borneoensis

Manouria emys

Hemidactylus frenatus

Gekko monarchus

Gekko gecko

Cyrtodactylus lateralis

Tropidolaemus wagleri

Calotes versicolor

Gonocephalus grandis

Gonocephalus beyschlagi

Pelophryne signata

Rhacophorus cyanopunctatus

Rhacophorus dulitensis

Nyctixalus pictus

Rana chalconota

Rana siberu

Huia sumatrana

Rabu, 02 November 2011

Satwa Identitas Propinsi di Sumatera

Setiap propinsi memiliki fauna identitas tertentu. Pulau Sumatera yang terdiri atas 10 propinsi telah memilih satwa identitasnya masing-masing. Pemilihan tersebut berdasarkan keendemikan di provinsi tertentu, kekhasannya maupun karena komoditi andalan di provinsi tertentu.

1. Nanggroe Aceh Darussalam, ceumpala kuneng (Trichixos pyrropygus)

2. Sumatera Utara, beo nias (Gracula religiosa robusta)

3. Sumatera Barat, kuau raja (Argusianus argus)

4. Riau, serindit melayu (Loriculus galgulus)

5. Kepulauan Riau, ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus)

6. Jambi, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae)

7. Sumatera Selatan, ikan belida (Chitala lopis)

8. Bangka Belitung, mantilin (Tarsius bancanus)

9. Bengkulu, beruang madu (Helarctos malayanus)

10. Lampung, gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Nah, kesepuluh jenis di atas dengan sendirinya memiliki nilai lebih ketimbang jenis fauna yang lain. Masing-masing jenis satwa punya histori dan ekologi penting bagi daerah yang memilihnya.

Disarikan oleh Akhmad Junaedi Siregar dari berbagai sumber.