Jumat, 10 Juni 2011

MENILIK JAMAN PURBA BERSAMA Gonocephalus beyschlagi

Andai saja reptil-reptil purba bisa melewati jaman kapur, mungkin manusia tidak bisa bicara banyak. Manusia akan menjadi mangsa bagi para dinosaurus yang telah berkuasa pada pertengahan masa mesozoikum. Reptil sempat menguasai bumi selama berjuta-juta tahun. Sebuah kisah panjang reptil dimulai pada jaman perem ketika kotilosauria, reptil cikal bakal hadir ke dunia melalui proses evolusi. Film Jurasic Park sepertinya sedikit menggambarkan bagaimana buasnya kehidupan jaman purba kala. Cerita kerajaan dinosaurus sangat menarik walau harus kalah dengan alam di akhir jaman kapur. Seleksi alam Darwin menutup relung-relung kehidupan bagi reptil-reptil purba.

Sejarah kekuasaan reptil sudah usai. Tinggallah empat bangsa yang masih tersisa yakni tuatara, squamata, kura-kura dan bajul (buaya). Keempat bangsa ini hampir berprototip liar dan buas. Hidup sporadis mulai dari dasar laut hingga tajuk pohon tertinggi. Bagaimana dengan peninggalan-peninggalan reptil di Sumatera?

Terlalu luas untuk menjawabnya. Jawabannya biasanya ada pada orang-orang bule. Salah satu bunglon endemik sumatera adalah Gonocephalus beyschlagi. Jenis ini diturunkan dari bangsa bengkarung dan telah diketahui tersebar di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yakni di Ulu Masen dan Krueng Masen sedangkan di Propinsi Sumatera Utara dijumpai di Bohorok - Bukit Lawang, Cagar Alam Sibolangit, Dataran Tinggi Batak, Sikundur dan Tualang Karang (Mistar).

Salah satu yang paling menarik dari Gonocephalus beyschlagi adanya surai yang memanjang dari tengkuk hingga pangkal paha. Ciri ini sangat khas pada Gonocephalus beyschlagi jantan sehingga untuk mengenalnya di alam cukup gampang. Sedangkan yang betina tidak mempunyai surai sepanjang dan seindah pejantan. Kemungkinan surai berfungsi untuk menjaga keseimbangan saat berlari kencang atau sebagai aksesoris pemikat lawan jenisnya. Umumnya pejantan lebih besar ukurannya dibanding betina, ukurannya mulai dari 117-126 mm dengan panjang ekor antara 275-285 mm. Dilaporkan menempati elevasi yang beragam mulai dari 50-400 meter dpl.

Jenis ini juga acap ditemukan tidak jauh dari sungai di hutan tropis sebagai penanda pentingnya sungai bagi makhluk hidup. Adalah cara yang paling mudah untuk menjumpainya dengan menelusuri bantaran sungai. Biasanya ditemukan beristirahat pada ranting kecil. Malam hari, salah satu suku Agamidae ini dapat diobservasi sepuasnya, namun siang hari Gonocephalus beyschlagi sangat liar melebihi manak yang sedang diburu suku Yagahi dalam film.

Sebagai hewan yang belum terobservasi secara luas, bunglon ini juga tidak terlalu familiar. Belum pernah dilaporkan dirawat pada kebun binatang di Sumatera. Juga terbilang tidak pernah dipublikasikan secara umum. Mungkin jika ada yang berniat menciptakan proyek taman margasatwa endemik sumatera only, itu pasti keren. Pengunjung akan terbawa ke masa silam yang berkesumateraan.



Teks dan foto oleh Akhmad Junaedi Siregar

Sumber Majalah Inside Sumatera