Kamis, 14 Juli 2011

Mycteria cinerea

Leptoptilos javanicus

Limnonectes blythii

Rana glandulosa

Kaloula pulchra

Bufo juxtasper

Telur-telur Cabak yang Fotogenik



Survei kura-kura di muara sungai besar kadang terlalu membosankan. Frequensi perjumpaannya tergolong sulit menimbulkan kejenuhan. Terlebih hewan berbatok yang diteliti itu adalah tuntong laut (Batagur borneoensis) berpredikat Critically Endangered dan masuk dalam daftar 25 jenis kura-kura yang sangat terancam di dunia.

Mari kita lupakan sejenak satwa tidak bergigi itu. Sebagai salah satu tamatan jurusan biologi di Universitas Sumatera Utara yang sedikit banyak mempelajari hewan, cukup membantu merefresh kejenuhan. Pasalnya, tidak sedikit satwa yang memberikan hiburan di sela-sela survei di bibir muara. Sungguh asyik mempelajari jenis-jenis ikan tangkapan nelayan muara seperti sembilang, kerapu, samgai, tenggiri, belanak, alu-alu, ketang, tengar dan seterusnya. Perihal burung, saya kepincut dengan cara bertelur burung cabak.

Pemilihan lokasi bertelur burung cabak (Caprimulgus sp) sama halnya dengan tuntong laut. Bedanya, tuntong laut mesti menyembunyikan telurnya ke dalam pasir, sedangkan cabak meletakkan telur secara terbuka di permukaan. Telur cabak berwarna pucat loreng menyatu dengan warna pasir atau pun serasah sehingga tidak begitu mengkhawatirkan dari jangkauan predator alaminya. Bagi pesisir timur Pulau Sumatera, khususnya timur Sumatera Utara, sangat jarang menemukan daerah berpasir, kecuali di bibir muara sungai. Endapan sedimen di muara sering kali membentuk delta di sekitar muara, di sinilah surga bertelur bagi burung cabak. Paling tidak itu kesimpulan yang dapat saya tarik di muara Sungai Karang Gading, Desa Kwala Besar, Langkat, Sumatera Utara.

Malam hari di muara begitu menyiksa, nyamuk adalah dalangnya. Lotion antinyamuk tahan 10 jam menurut iklan TV terasa ”bohong-bohongan”. Tidak kurang satu jam nyamuk sudah menggerogoti. Di bawah terang bulan, justru cabak terlihat aktif melakukan aktifitas. Salah satu anggota suku Caprimulgidae itu mungkin merasa kehadiran nyamuk sebagai anugrah kuliner. Mereka bahkan bersahut-sahutan, saya tidak mengerti maksudnya, biarkan mereka meningkatkan aliran pembahasan di forumnya sendiri. Terciptalah pepatah ”burung pungguk merindukan bulan”.

Tidak mempunyai ”mood” istimewa dengan cabak ternyata berujung manis. Awal Pebruari 2011, saya dianugrahi objek fotografi telur oleh burung malam itu. Secara serentak, cabak-cabak betina bertelur di antara Ipomoea prescaprea yang tumbuh di atas pasir. Mereka sedikit mengais pasir membentuk lengkungan kecil sebagai wadah dua butir telurnya. Cukup sesederhana itu membuat sarang, saya sendiri telah menganggap burung ini tidak berestetika yang bagus, tapi salut dengan efektifitas dan teknik pertahanan yang dikembangkannya.

Ada tiga coretan yang menghiasi catatanku tentang wadah sarang cabak. Pertama, secara umum, cabak meletakkan telurnya di atas pasir. Tidak banyak tahu toleransi telur terhadap suhu permukaan pasir. Yang jelas permukaan pasir bisa mencapai suhu 40ยบ C pada siang hari. Kedua, telur diletakkan di atas kayu mati berukuran kecil. Tipe ini jarang dijumpai walaupun sebenarnya dinilai tergolong ideal dalam konsistensi suhu yang hanya didominasi transfer dari induknya. Ketiga, telur cabak diletakkan di atas helai daun. Pernah sekali saya menemukan telur diletakkan di atas helaian daun waru lembab. Cara terakhir ini cukup mencuri perhatian. Pasang air laut ternyata bisa menjangkau sarang, sehingga jika terjadi pasang air hari bulan 14-19, telur akan terendam air. Sayangnya, saya tidak memiliki catatan lengkap perihal ini. Karena memang lebih fokus ke telur kura-kura.

Saat ini saya meninggalkan telur itu di pantai. Induk-induk betina masih setia mengerami telurnya hingga menetas nanti. Kemungkinan satu bulan ke depan, telur akan memekarkan juvenil baru. Di dalam hati, saya berjanji mengunjungi beting (tumpukan pasir) tempat menelur. Tidak lengkap rasanya sekedar mendokumentasi telur. Mendapatkan foto anak cabak yang lucu rasanya lebih real melengkapi dahaga ilmu.■

Oleh Akhmad Junaedi Siregar*

Foto. Akhmad Junaedi Siregar (WCS IP)

* Relawan WCS IP tentang Penelitian Tuntong Laut (Batagur borneoensis) di Sumatera Utara.