Rabu, 29 April 2009

Pemangsa Statis di Perut Sicike-cike


Kantung Semar (nepenthes) di tepi danau.

Persiapan kali ini mesti safety. Semuanya harus lebih lengkap, terutama sleeping bag dan jaket tebal. Konsumsi diutamakan dari makanan penghasil energi tinggi. Trauma berat ketika melaksanakan PKL bulan April lalu masih terasa. Kami menggigil menahan suhu 18ยบ di antara hembusan angin yang menusuk sumsum. Semakin malam, tubuh semakin menggigil sebagai reaksi biologis untuk mengatasi dingin. Sistem tubuh kami bertarung hebat, tapi hari itu kami kalah telak, dan Sicike-cike (sebutan penduduk lokal untuk TWA Sicikeh-cikeh) sah jadi pemenangnya.

Akhir Oktober lalu, tujuh judul penelitian mewajibkan para mahasiswa Biologi USU menyerbu keanekaragaman Sicike-cike. Observasi ini merupakan bayaran terhadap keanekaragaman hutan Sicike-cike yang pada tulisan sebelumnya tidak kami buka secara rinci. Salah satunya adalah mengupas jenis kantung semar ( Nepenthes spp.).

Sedikitnya kami menjumpai tiga jenis Nepenthes di hutan dataran tinggi ini. Jenis yang banyak dijumpai adalah Nepenthes tobaica dan Nephentes spectabilis. Sebagian jenis lainnya masih dalam tahap identifikasi.

Nepenthes merupakan salah satu spesies tumbuhan terunik yang dimiliki bumi ini. Kalau otak kita selalu dipenuhi gagasan tentang binatang pemakan tumbuhan, maka kantung semar membalik logika tersebut dengan predikat tumbuhan pemangsa binatang. Dalam jajaran tumbuhan unik, kantung semar dimasukkan dalam kategori carnivorous plant, tumbuhan pemakan daging. Dua kelompok tumbuhan unik lainnya adalah Rafflessia dan Amorphophallus. Ketiga kelompok jenis tanaman terunik ini dapat dijumpai di Sumatera. Bahkan Rafflessia arnoldi tercatat sebagai endemik di Bengkulu.

Kantung semar tersebar luas di daerah tropis. Pulau Borneo tercatat sebagai pusat penyebaran kantung semar dunia terbesar. Dari 84 jenis Nepenthes di dunia, sekitar 32 jenis terdapat di pulau yang diduduki Indonesia, Brunei dan Malaysia tersebut. Pulau Sumatera sendiri menduduki posisi kedua dengan jumlah jenis 29 spesies. Di Indonesia, secara keseluruhan ditemukan sekitar 64 jenis Nephentes.

Penyebutan kantung semar di Sumatera berbeda-beda di setiap daerah di Sumatera. Di Tapanuli sering disebut tahul-tahul, di Riau disebut periuk monyet, di Jambi disebut kantung beruk, di Bangka disebut ketakung, dan di suku Dayak disebut ketupat napu.

Di antara beberapa jenis tumbuhan pemakan hewan, kantung semar berbeda dengan sesama carnivorous plant, yakni tidak melakukan gerakan saat mengadakan penangkapan mangsa. Nepenthes hanya membentuk kantung sendiri yang dirancang sedemikian rupa untuk menjebak serangga. Dengan cairan yang sudah mengandung enzim pencernaan ( nepenthesin) serangga yang mudah tenggelam karena tekanan permukaan cairan rendah lantas dicerna. Tubuh serangga akan diuraikan menjadi senyawa sederhana yang bisa menjadi nutrisi tambahan untuk pertumbuhannya.

Di daerahnya yang memang termarjinalkan, tumbuhan suku Nepenthaceae ini menciptakan alat bantu penambah nutrisi dari modifikasi daunnya pada bagian ujung daun. Kantung semar biasanya hadir di daerah yang miskin hara di mana jenis tumbuhan lain tidak menyukai lokasi tersebut. Selain itu Nepenthes adalah tanaman yang memiliki persebaran yang sangat kecil sehingga banyak di antaranya yang terdaftar sebagai tanaman endemik pada daerah tertentu.

Ini mungkin kebijakan Tuhan. Keindahan alam biasanya diposisikan tersembunyi. Begitu juga panorama Nepenthes di lokasi hutan yang terletak di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Dairi. Untuk menyaksikan langsung kawanan pemangsa indah tersebut, Anda sebaiknya adalah pecinta alam dan pecinta Tuhan. Pengunjung mesti rela masuk hutan sejauh lebih kurang 1 km dari pintu rimba. Tentunya harus dapat izin dulu dari Pengaman Hutan Swakarsa (Pamhut Swakarsa) setempat. Khusus peneliti atau kegiatan yang bersifat observasi, harus terlebih dahulu mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) ke BKSDA Sumut.

Nah, setelah retribusi dibayar, barulah kita siap-siap treking singkat sambil menghirup udara yang terlepas dari stomata pohon haminjon (kemenyan), sampinur bunga, meang, monis-monis, siringgas, sianturi, simarpinasa, simarmunte, turi-turi, hayu andolok, hotting, sepang-sepang dan hayu appea yang mengiringi perjalanan Anda ke Danau I. Kayu-kayu dataran tinggi ini nantinya semakin mengerdil sewaktu Anda mulai sampai ke tujuan. Ini pertanda alami bahwa lokasi tersebut mulai terpinggirkan oleh alam dan kondisi ekstrem membuat pohon-pohon di sini kurus lantaran kekurangan nutrisi. Tapi kondisi seperti inilah yang membuat pemanjat seperti Nepenthes hadir sempurna pada pH rendah.

Danau I adalah habitat yang baik bagi Nepenthes dan anggrek dibanding Danau II dan Danau III yang jaraknya tidak jauh beda. Sebagian peneliti sepakat lokasi ini sebagai pusat anggrek Sumatera Utara. Di bibir danau yang kedalaman totalnya 5,5 meter ini, akan terlihat Nepenthes muncul mengekspansi air berwarna kemerahan. Dan kalau dewi fortuna bersama Anda, anggrek mungil terunik, Corybas, dapat disaksikan. Anggrek ini hanya memiliki satu daun, satu batang dan satu bunga.

Pos jaga Polisi Hutan (Polhut) di tepi danau adalah tempat peristirahatan satu-satunya usai keliling danau. Sejenak, hembusan kuat angin dataran tinggi bertekanan rendah bisa membawa imajinasi Anda untuk membandingkan kantung semar alami dan kantung semar tangkaran yang banyak diperjualbelikan di kota. Penggemar dan hobiis kantung semar memang membludak beberapa tahun belakangan ini. Keunikan kantung semar dan sifatnya yang dapat mereduksi serangga di rumah dianggap dapat menguntungkan, sehingga vegetasi endemisitas tinggi ini sering menjadi pilihan tanaman hias.

Kondisi pasar yang baik untuk Nephentes sebaliknya bisa berdampak buruk untuk vegetasi liarnya. Permintaan tinggi biasanya berbanding lurus dengan eksploitasi alam. Perdagangan jenis kantung semar liar sangat sulit diberantas karena ada ”pengoposan” antara jenis tangkaran dan liar. Penjualan hasil tangkaran generasi kedua diperbolehkan dalam penangkaran, tetapi belum ada penanda yang signifikan mana yang hasil tangkaran dan mana hasil eksploitasi liar. Semua jenis kantung semar liar adalah dilindungi.

Wah, tiga hari di perut hutan tropis bersuhu dingin seperti ”Finlandia” ini bagi kami adalah kerja keras yang menyenangkan. Suhu siang hari terlupa karena suhu dingin jatuh bersama keringat ketika menarik tali transek sejauh 300 meter yang ditarik sejajar garis lintang bumi. Tapi, malamnya kami tetap bertarung lagi dengan suhu dan mengadu lagi pada sleeping bag.

Teks dan foto oleh
Akhmad Junaedi Siregar
Anggota Biologi Pecinta Alam Dan Studi Lingkungan Hidup (BIOPALAS) FMIPA USU.
Sumber : Majalah Inside Sumatera

Kirim ke teman

2 komentar:

  1. yang pertama kali tertangkap mata saya adalah foto utama tulisan ini. suer, cakep banget...kayak di film kartun lo...so colorfull..jadi pingin ke sicikeh-cikeh ne..:D

    BalasHapus
  2. Bung Pratapa, Sicikeh-cikeh walaupun tidak banyak dibicarakan orang tapi mempunyai keindahan vegetasi yang cukup indah di antaranya kantung semar, anggrek dan 3 danau. Terima kasih sudah berkomentar.

    BalasHapus