Rabu, 29 April 2009

AWC 2009, Menghitung Burung Air di Deli Serdang dan Serdang Bedagai

Kehidupan liar memang indah. Keindahannya justru tidak didapatkan dengan mudah. Satu alasan membuat kami untuk terlibat dalam bagian perhitungan burung air se-Asia selama tiga hari. Perhitungan unggas air ini dilakukan serentak di Benua Asia, tepatnya minggu kedua dan ketiga bulan Januari setiap tahunnya. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan perkembangan burung air Asia.

Pada tahun ini, birdwacther yang terdaftar menghitung burung dalam Asian Waterbird Cencus
(AWC) ini adalah dari BIOPALAS dan ornop Sumatra Rainforest Institute (SRI) serta sedikit peneliti dan pecinta burung lokal. Pesisir Percut Sei Tuan masih tetap menjadi tempat perhatian perhitungan burung kali ini. Pesisir Percut yang dimaksud mencakup daerah Tanjung Rejo dan Restauran. Saat ini, Pesisir Percut sudah dikenal sebagai Important Bird Area (IBA) karena sudah mendukung kehidupan sedikitnya 20.000 burung air di kawasan ini. Bangau bluwok (Mycteria cinerea) di sini ditemukan 46 ekor dan tentunya dijumpai burung pantai (shorebird) lainnya melengkapi pengamatan pada hari itu. Demikian hari pertama.

Hari kedua pengamatan, kami bertolak ke Pantai Labu, satu kecamatan yang di dalamnya akan dibangun bandara internasional Kuala Namu yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2010. Pantai yang terpilih pada saat itu adalah Pantai Ancol. Pantai Ancol merupakan pantai yang sudah dikelola Pemda setempat sebagai wisata bahari. Harga tiket masuk perorangnya Rp 2.000 dan tersedia mainan dan gubuk peristirahan. Keberadaan burung di sini masih cukup banyak. Terhitung burung air hingga 2000-an ekor dari 11 jenis yang kami identifikasi. Kebetulan ada jenis kedidi sakit yang ditemukan melemah di tepian anakan pohon api-api. Tapi tim pengamat sangat hati-hati dengan kemungkinan penyakit seperti H5N1 yang cukup menakutkan. Kami hanya bisa memotretnya dengan jarak dekat.

Hari terakhir tanggal 21 Januari 2009, kami melangkah ke Kabupaten Serdang Bedagai. Terik matahari tidak menghalangi kami masuk via Kecamatan Perbaungan menyusuri burung air dari sudut pesisir menembus hingga ke Sei Rampah, ibukota Serdang Bedagai. Kami menargetkan untuk melihat daerah berbiak kuntul di salah satu sudut kota Sei Rampah. Sepanjang perjalanan menuju daerah berbiak, kami memanfaatkan momen tersisa untuk mengamati burung lain dan mencari tempat situs baru burung air. Sungguh menakjubkan, masih banyak tempat yang sebenarnya belum terpikirkan dalam benak kami bahwa di tempat lain masih banyak yang mempunyai nilai khas tersendiri. Di salah satu kolam di Perbaungan, kami hampir dua jam bercanda ria dengan dara laut dan kuntul-kuntulan selama berjam-jam di terik matahari. Sampai akhirnya menyerah dan membawa beberapa frame foto yang kami lukis dengan cahaya.

Banyak jenis lain yang bisa kami jumpai di sini. Misalnya burung kekep babi. Benar-benar kami terlalu banyak bertengkar untuk mengidentifikasi burung yang satu ini. Sangat mirip dengan layang-layang. Tetapi mirip juga seperti kelompok starling. Buku panduan lapangan MacKinnon rasanya belum mengucurkan rasa percaya kami akan jenis burung ini. Akhirnya kami sepakat untuk mengirimnya ke milis SBI-Info untuk dikomentari ahli-ahli burung yang ada di Indonesia.

Akhirnya tepat jam lima sore kami sudah tiba di tujuan utama, yakni tempat berbiak. Lokasi ini merupakan rawa yang banyak ditumbuhi vegetasi suku Graminae. Tuhan telah menjelaskan kepada kami bahwa burung yang tersebar pada daerah Serdangbedagai akan berkumpul di sini. Setiap sore dan setiap mau berbiak. Tidak ada metode terbaik selain memanjat sawit untuk menyaksikan gerombolan unggas kuntul-kuntulan ini. Kami dapat menghitung sekitar 600 ekor kuntul kerbau yang didominasi anakan (juvenil). Tempat berbiak ini seperti kuali rawa tempat istiharat burung yang sangat aman. Awalnya kami prediksi burung yang di sini akan berjumlah 1.000 ekor. Prediksi itu langsung meleleh ketika matahari mulai tenggelam. Kuntul (Egretta spp) datang dari empat arah angin dan menyatu di sini. Tugas utama kami adalah identifikasi jenis dan jumlah jenis burung-burung ini. Kami kewalahan. Metode perhitungan blok lantas dibuat untuk mengestimasi burung dengan mobilitas tinggi itu. Terlalu capek kami menghitung burung ini. Hingga kami selesai menghitungnya hingga 7.000 ekor dari jenis kuntul kerbau (90%), selebihnya kuntul kecil, kuntul besar dan cangak merah.

Kami mencatat birdwatching tahun ini sebagai pengamatan yang menyenangkan. Sebagai pemula kami sangat puas menyaksikan burung air lebih dari 10.000 ekor tiga hari itu. Dan kami yakin kegiatan ini merupakan bagian konservasi burung. Dengan menginformasikan burung sebanyak-banyaknya berarti memberikan pengetahuan dasar sebagai awal mencintai burung. Ayo siapa lagi yang mau ikutan tahun depan?

Teks oleh Akhmad Junaedi Siregar & Chairunas Adha Putra, foto oleh Akhmad Junaedi Siregar dan sudah pernah terbit di Warta Tomisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar